Bermain game
nampaknya sudah menjadi budaya yang melekat bagi sebagian besar masyarakat di
seluruh dunia. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa seakan telah kecanduan
bermain game, terlebih kini dengan
hadirnya gadget membuat frekuensi
munculnya game dengan berbagai jenis
semakin meningkat, seperti game racing, sport, role-playing, fighting dan puzzle. Tak mengherankan jika
sekarang kita sering menemui anak-anak dibawah umur yang sudah mahir dalam
bermain game, khususnya game online. Game online merupakan sebuah
permainan yang dapat diakses oleh beberapa pemain, dengan menggunakan
mesin-mesin yang dihubungkan oleh internet (Adams & Rollings, 2007). Jika
pada zaman dulu, setiap sore banyak anak-anak yang berkumpul untuk bermain
permainan tradisional bersama-sama, seperti sunda manda, gobak sodor, petak
umpet, dan sebagainya, kini pemandangan tersebut sudah tergantikan oleh
banyaknya anak-anak yang berkumpul untuk saling beradu game online lewat smartphone yang mereka miliki.
Sebagaimana data penelitian yang telah dilakukan oleh Unity Technologies terkait perkembangan
pasar game mobile dunia sepanjang tahun 2016. Dalam laporan
penelitian kerjasama antara Unity
Technologies dengan perusahaan analitik SuperData itu disebutkan bahwa
pemasukan industri game mobile global telah mencapai US$40,6
miliar atau sekitar Rp 541 triliun pada tahun 2016. Data hasil laporan penelitian
tersebut telah membuktikkan bahwa terjadi peningkatan sebesar lima belas persen
dari pencapaian tahun sebelumnya yang menyentuh angka US$ 34,8 miliar atau sekitar Rp 480 triliun. Salah satu faktor terjadinya peningkatan industri game mobile global ini disebabkan oleh
pertumbuhan angka pendapatan dari platform Android, yang mengalami kenaikan
hingga 32 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Meningkatnya game
mobile tersebut bukan hanya
terjadi di luar negeri saja, justru di Indonesia sendiri permainan game online yang didominasi oleh anak-anak sebagai pemainnya kini sudah menjamur
hingga ke berbagai daerah. Hal itu dibuktikkan dengan prediksi
Badan Ekonomi Kreatif Indonesia bahwa nilai pasar game di
Indonesia akan mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2016, pasar game yang ada di Indonesia hampir menembus
angka US$700 juta atau jika dirupiahkan sekitar Rp 9,3 triliun. Game online muncul pertama kali di Indonesia
tahun 2001 melalui Nexian Online yang
kemudian dikembangkan lagi hingga pada saat ini telah banyak beredar game online dengan berbagai jenis. Meningkatnya pasar game online di Indonesia tersebut
menyebabkan masyarakat Indonesia yang semakin sering mengkonsumsi game online bahkan telah sampai pada
tahap kecanduan. Seperti yang dijelaskan oleh Director PT. Megaxus Infotech
dalam peluncuran Heroes of Atarsia, Eva Mulawati. Ia menjelaskan bahwa jumlah
pemain game online di Indonesia meningkat antara
5%-10% setiap tahunnya, salah satu faktor penyebab dari bertambahnya pemain game online, atau yang kini lebih akrab
disebut dengan gamers, yaitu karena semakin
pesatnya infrastruktur internet di dunia, khususnya di Indonesia.
Namun
tahukah kalian dengan semakin berkembangnya pasar game online di Indonesia sebagai sarana hiburan ternyata telah
membawa berbagai dampak negatif yang tidak sedikit, lho. Bermain game online
secara berlebihan atau jika sudah sapai pada taraf kecanduan tentunya akan
membawa kerugian bagi diri sendiri dan orang lain, baik secara materiil maupun nonmateriil.
Terlebih kini peminat game online
sendiri lebih banyak anak-anak hingga remaja yang daya mentalnya masih dibilang
labil. Efek negatif yang ditimbulkan oleh para pecandu game online atau gamers, antara lain yaitu berbahaya bagi kesehatan
tubuh yang dibuktikkan dengan banyaknya penemuan studi klinis tentang
fenomena ‘Nintendo Elbow’ dan epilepsi yang disebabkan game komputer (Griffiths, 1996). Kemudian, efek yang kedua yaitu meningkatnya
perilaku kekerasan dalam video game yang
ditiru oleh anak-anak. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari Provenzo
(1991) bahwa semakin ‘realistis’ efek gambar dalam game dan website, maka
akan semakin mendukung anak untuk meniru perilaku tersebut.
Selain kedua
efek negatif di atas, ternyata masih ada satu lagi dampak dari kecanduan game online yang paling menonjol, khususnya
di kalangan anak-anak yaitu perilaku yang cenderung mengarah pada perilaku anti
sosial, seperti yang dikemukakan oleh Tobin (1998) bahwa
perkembangan teknologi dan penggunaan secara terus menerus akan menyebabkan
anak-anak menjadi berperilaku apatis atau anti sosial yang tidak memiliki kepedulian
terhadap sekelilingnya. Selain itu, hubungan antara norma sosial yang dimiliki anak-anak
menjadi renggang sehingga interaksi antara orang tua dengan anak juga mengalami
kekacauan. Anak-anak juga akan lebih menyukai dan memilih untuk berinteraksi
serta menjalin hubungannya dengan orang-orang baru melalui dunia virtualnya. Pendapat
dari Tobin (1998) tersebut rupanya bertolak belakang dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh University of Queensland. Penelitian ini membagi 160 objek penelitian dengan rentang usia sekitar 17-43
tahun ke dalam
empat kelompok game untuk dimainkan
secara acak. Kelompok pertama yaitu
memainkan game anti-sosial (GTA IV), kelompok
kedua memainkan game berjenis kekerasan (COD: Black Ops Zombie Mode), kelompok
ketiga memainkan game tanpa kekerasan (Portal 2) dan kelompok terakhir memainkan game pro-sosial (World of Goo) selama 20
menit. Setelah permainan berakhir, objek penelitian tersebut mengikuti tes mengenai
kemampuan sosial mereka. Dengan hasil yang mengejutkan, penelitian ini membuktikan
bahwa baik game yang mengandung kekerasan
maupun tanpa kekerasan tidak membawa dampak yang cukup signifikan terhadap
perilaku sosial mereka di masyarakat.
Dengan adanya dua perbandingan perbedaan pendapat di
atas, maka bagaimanapun dampak dari penggunaan game online terhadap perilaku serta kepribadian pemainnya (gamers),
khususnya di kalangan anak-anak, semuanya tergantung dari bagaimana pengawasan
yang dilakukan oleh para orang tua, dan kerabat dekatnya terhadap intensitas
penggunaan game online yang dimainkan
oleh anak-anak. Hal tersebut terjadi karena orang tua memiliki peran yang cukup
besar pada tumbuh kembang anak, baik itu berupa pengawasan orang tua terhadap
aktivitas anaknya, maupun perilaku orang tua yang mudah ditirukan oleh
anak-anak.
〃Jadilah
generasi bijak, dan mulailah peduli dengan lingkunganmu〃
DAFTAR PUSTAKA
Lievrouw,
Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping
and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Maulana,
Rizky. “Tingkat Perkembangan Pasar Game Mobile Indonesia Tiga Kali Lipat
Amerika Serikat”. https://id.techinasia.com/perkembangan-pasar-game-indonesia-salah-satu-yang-tertinggi-di-2016,
Diakses pada Selasa 27 Maret 2018.
Herudin. “Ada 25
Juta Orang Indonesia Doyan Main Game Online”. http://www.tribunnews.com/iptek/2014/01/31/ada-25-juta-orang-indonesia-doyan-main-game-online,
Diakses pada Selasa 27 Maret 2018.
Santoso,
Pladidus. “Penelitian: Game Kejam Tak Buat Gamer Jadi Anti Sosial”. http://jagatplay.com/2013/07/news/penelitian-game-kejam-tak-buat-gamer-jadi-anti-sosial/,
Diakses pada Selasa 27 Maret 2018.
0 komentar:
Posting Komentar